FILSAFAT DAN KOMUNIKASI
Apa itu Filsafat?
Apa manfaat mempelajarinya?
BANYAK referensi yang dapat menjawab dua pertanyaan di atas. Berbagai mazhab dan pemikiran banyak tokoh saling silang menjelaskan betapa maha luasnya filsafat itu. Fisafat itu hakekat. Filsafat itu sesuatu yang benar. Kebenaran yang dibenar-benarkan. Kebenaran agung dan sesuatu yang selalu dipikirkan tiada henti.
Kata falsafah atau filsafat dalam merupakan kata serapan bahasa Arab فلسة, yang juga diambil dari philosophy (Inggris), philosophia (Latin), Philosophie (Jerman, Perancis). Kesemua kata tersebut diambil dari bahasa Yunani philosophia. Kata ini merupakan gabungan dua kata philein berarti mencintai dan philos berarti persahabatan, cinta dsb dan sophos berarti bijaksana dan Sophia berarti kebijaksanaan. Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”.
Filsafat adalah usaha untuk memahami dan mengerti dunia dalam hal makna dan nilai-nilainya. Ia juga termasuk ilmu pengetahuan yang paling luas cakupannya dan bertujuan untuk memahami (understanding) dan kebijaksanaan (Wisdom).
Menurut Wikipedia Indonesia, definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problema falsafi pula. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi daripada arti dan berlakunya kepercayaan manusia pada sisi yang paling dasar dan universal. Studi ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog.
Ada banyak cara untuk memahami filsafat itu sendiri. Filsafat bahkan sering kali dipadukan dengan berbagai cabang ilmu lainnya yang hakikatnya adalah untuk memahami ilmu itu sendiri.
a. Filsafat sebagai sikap
Sebagai sikap, filsafat mengajarkan kita untuk lebih deasa dalam menyikapi berbagai hal dan permasalahan yang ada. Sikap menyelidiki secara kritis, toleran, dan bersedia meninjau ulang dengan perspektif yang berbeda.
b. Filsafat sebagai metode
Adalah cara berpikir secara efektif dan mendalam. Metode ini sangat mendalam dan menyeluruh bersifat inklusif dan synoptic (garis besar).
c. Filsafat sebagai kelompok persoalan
Terkait dengan persoalan dan pertanyaan-pertanyaan filsafati. Setiap orang (filsuf) berhak menjawabnya dengan argumentsi logis dan kuat.
d. Filsafat sebagai sekelompok teori
Ini ditandai dengan pemunculan filsafat yang juga seiring dengan munculnya teori-teori besar hasil pemikiran filsuf besar semisal Aristoteles, Socrates, Plato, August Comte, Karl Marx, Thomas Aquinas, dl. Besarnya kadar subyektifitas seorang filsuf dalam memaknai filsafat membuat kita sulit menentukan sistem pemikiran baku filsafat itu sendiri.
e. Filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa
Mempelajari arti dan hubungan di antara konsep dasar yang dipakai setiap ilmu. Sehingga seorang filsuf berusaha menjelaskan berdasarkan kefilssafatan secara umum dan tidak berhenti pada penjelasan khusus saja.
f. Filsafat sebagai usaha untuk memperoleh pandangan yang meneyeluruh
Berbeda dengan ilmuwan yang memandang hanya pada satu pandangan khusus suatu keilmuan, mala filsuf melihat dunia dengan pemahaman yang menyeluruh dan total. Sehingga akan diperoleh kesimpulan-kesimpulan umum tentang sifat-sifat dasar alam semsta dan kedudukan manusia di dalamnya serta mencari hunbungan di antaranya.
Adapun manfaat yang didapat ketika mempelajari filsafat adalah terbentuknya sebuah pandangan baru terhadap fenomena keilmuan dan hakikat alam itu sendiri. Jika selama ini kita dihadapkan pada lokus dan focus fenomena tertentu maka dengan filsafat dinding lokus dan focus tersebut dengan sendirinya hancur bersamaan dengan pemikiran filsafat itu sendiri. Kita lebih memahami bahwa sebuah pandangan memiliki konsekuensi terhadap sikap yang akan kita ambil dalam menyikapi sebuah persoalan. Dengan filsafat, kita akan lebih bijak dalam berpikir, bersikap, dan bertindak.
Lebih jauh, manfaat filsafat kembali pada tujuan filsafat itu sendiri. Dalam konteks ini, filsafat berusaha meluruskan kembali pemikiran-pemikiran seluruh bidang kelimuan pada aspek pragmatic kebermanfaatannya yang sangat etis. Sehingga tanggungjawab etis pengamalan ilmu pengetahuan dan hakikat sesuatu menjadi lebih jelas. Karena filsafat merekonstruksi secara interdisiplliner ontologism, potensi epistemologis, dan fungsional etis yang semuanya sangat terkait dengan kepentingan tujuan hidup manusia itu sendiri.
Ontologis: What It Is?
ONTOLOGI berarti studi tentang arti “ada” dan “berada”, tentang cirri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak (Suparlan: 2005). Ontolgi sendiri berarti memahami hakikat jenis ilmu pengetahuan itu sendiri yang dalam hal ini adalah Ilmu Komunikasi.
Ilmu komunikasi dipahami melalui objek materi dan objek formal. Secara ontologism, Ilmu komunikasi sebagai objek materi dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai makhluk atau benda. Sementara objek forma melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri.
Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia, dll.
Epistemologis: How To Get?
HAKIKAT pribadi ilmu (Komunikasi) yaitu berkaitan dengan pengetahuan mengenai pengetahuan ilmu (Komunikasi) sendiri atau Theory of Knowledge. Persoalan utama epsitemologis Ilmu Komunikasi adalah mengenai persoalan apa yang dapat ita ketahui dan bagaimana cara mengetahuinya, “what can we know, and how do we know it?” (Lacey: 1976). Menurut Lacey, hal-hal yang terkait meliputi “belief, understanding, reson, judgement, sensation, imagination, supposing, guesting, learning, and forgetting”.
Secara sederhana seebtulnya perdebatan mengenai epistemology Ilmu Komunikasi sudah sejak kemunculan Komunikasi sebagai ilmu. Perdebatan apakah Ilmu Komunikasi adalah sebuah ilmu atau bukan sangat erat kaitannya dengan bagaimana proses penetapan suatu bidang menjadi sebuah ilmu. Dilihat sejarahnya, maka Ilmu Komunikasi dikatakan sebagai ilmu tidak terlepas dari ilmu-ilmu social yang terlebih dahulu ada. pengaruh Sosiologi dan Psikologi sangat berkontribusi atas lahirnya ilmu ini. Bahkan nama-nama seperti Laswell, Schramm, Hovland, Freud, sangat besar pengaruhnya atas perkembangan keilmuan Komunikasi. Dan memang, Komunikasi ditelaah lebih jauh menjadi sebuah ilmu baru oada abad ke-19 di daratan Amerika yang sangat erat kaitannya dengan aspek aksiologis ilmu ini sendiri.
Contoh konkret epistemologis dalam Ilmu Komunikasi dapat dilihat dari proses perkembangan kajian keilmuan Komunikasi di Amerika (Lihat History of Communication, Griffin: 2002). Kajian Komunikasi yang dipelajari untuk kepentingan manusia pada masa peperangan semakin meneguhkan Komunikasi menjadi sebuah ilmu.
Aksiologis: What For?
HAKIKAT individual ilmu pengetahuan yang bersitaf etik terkait aspek kebermanfaat ilmu itu sendiri. Seperti yang telah disinggung pada aspek epistemologis bahwa aspek aksiologis sangat terkait dengan tujuan pragmatic filosofis yaitu azas kebermanfaatan dengan tujuan kepentingan manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu Komunikasi erat kaitannya dengan kebutuhan manusia akan komunikasi.
Kebutuhan memengaruhi (persuasive), retoris (public speaking), spreading of information, propaganda, adalah sebagian kecil dari manfaat Ilmu Komunikasi. Secara pragmatis, aspek aksiologis dari Ilmu Komunikasi terjawab seiring perkembangan kebutuhan manusia.